Hari ini saat kerja, ada meeting di kantor dari tamu yang tidak terduga, beliau pak Herman, CTO Tokopedia.
Jujur sih aku belum pernah tau siapa pak bos pak bos nya di company di tempat aku kerja, tapi masuk itu terasa auranya beda. Aku baru ngeh dia itu CTO saat slide nya dibuka.
Aku gaberani reveal banyak disini, tapi yang jelas namanya petinggi unicorn teknologi di satu negara ini biografinya ngeri. Beliau kuliah diluar negeri lalu kerja puluhan taun di negara asing sebelum akhirnya kembali di Indonesia. Karena demikian, gaya bicara beliau yang campur campur inggris indonesia itu maklum, tapi menurutku itu keren. Beliau pun asik ketika bicara, banyak motivasi, juga banyak jokes yang kita pahami, aura yang jarang aku lihat di circleku.
Ada beberapa hal yang diutarakan dalam meeting tersebut, yang akupun personally punya feeling untuk mengutarakan hal yang sama. Mari kita simak satu-satu:
1. Leader is not a position
Saat itu pertanyaannya itu kayak “You are a leader so what it takes to be you?”.
Yang beliau yakini adalah, posisi itu tidak penting untuk menjadi sebuah leader.
Aku pun menyadari hal yang sama. Dalam tim kerjaku, statusku bukan leader, namun ada beberapa kali aku menjadi “pivot” dalam pengembangan fitur tertentu. Kemudian dalam improvements selanjutnya ketika dikerjakan oleh rekan se-tim, aku pun ikut andil dalam memberi masukan-masukan sesuai pengalaman dengan hasil yang kukerjakan sebelumnya.
Itu masih secuil dibandingkan beliau. Aku yakin puluhan tahun menjadi leader menjadikan beliau berada di posisi sekarang. Sejujurnya, setelah aku beberapa bulan ditempat kerja ini, menyandang status senior atau bahkan principal itu bukan karena jago “hard” skill doang, “soft skill” atau skill komunikasi dan “memanusiakan manusia” itu yang pasti keliatan perbedaannya.
Seseorang yang udah lama kerja di tempatku itu pernah bilang, pas awal kerja itu dulu (sebelum pandemi / company sekarang), sakingnya nilai leadership itu tinggi, kerja itu bukan kayak kerja, malah terasa kayak sekolah. Itupun aku merasakannya sekarang juga, mataku sering terbuka karena setelah sekian lama menjadi “I’m the smartest person in the room”, akhirnya udah nggak, dan itu membantuku tahu bahwa masih ada celah untukku berimprovisasi lebih. Great leader kata beliau, adalah orang yang bisa ngatur orang agar orang tersebut bisa achieve potensi maksimum dari skill yang dia miliki.
In the end, ada keinginan terbesit untukku pengen menjadi leader yang sama tingkatnya dengan beliau, suatu hari ini.
2. Invest in SDM Lokal
Masih banyak orang skeptis, emang talent orang Indonesia itu cukup kompeten?
Makanya pun tidak heran, orang kita kalau talent nya udah diantas awan, ujung-ujung nya ya keluar negeri juga. Sisa apa yang tertinggal didalam negeri?
Namun sekarang sepertinya akan terpatahkan. Karena beberapa hal:
Pertama, jaman dulu sangat berbeda dengan sekarang. Dulu orang IT di indo mentok-mentok jobdisnya benerin printer. Sekarang banyak software baru bertebangan dan projek digitalisasi baik itu dari industri, startup maupun pemerintahan. Beliau beralasan saat itu abis kuliah diluar negeri, kemudian masih menetap, karena alasannya ya itu…. Sambil menatap iri anak jaman sekarang (sebagian dari kami masih dibawah umur 25 tahun) itu mainannya udah projek gede kayak di tempat kerjaku.
Overall, beliau optimis bahwa akan masih banyak bibit bibit engineer yang kompeten. Dan bibit bibit kompeten ini pasti beda dengan jaman dulu, bahkan udah enggan untuk pindah ke Jakarta (dimana talent-talent diatas awan biasanya ditemukan)… Alasan beliau gini…
Saat tokped masih gencar-gencarnya scale up engineer, mereka mencari jalan cepat bahkan sampai melalui buka kantor di negara India, karena India itu SDM engineernya banyak yang sisa-sisa. SDM india itu luar biasa banyak… Mau berapa banyak engineer? 50? 100? Tersedia semua.
Yang bikin repot memakai strategi ini adalah jangka panjangnya, karena nggak ada rasa “bangga” nya bahwa itu tuh buatan anak negeri. Apakah karena emang kita kurang talent bagus? Menurut beliau tidak, karena mengaca dari kenalan bos-bos beliau saat kerja diluar negeri, mereka tuh ada yang asli Indonesia, bahkan asal mereka tuh dari pelosok-pelosok kayak jogja, bandung, surabaya.
Tokped mengambil langkah drastis untuk mewujudkan ini, terakhir kali melalui hiring di Surabaya. Dan iya banyak teman rekan tim ku itu point of hire nya dari Tokopedia Surabaya, awal tahun ini juga. Dan kebanyakan mereka itu fresh graduate.
Ini sepertinya langkah baru yang positif yang aku harap trendnya bakal naik, ga cuman di tokped doang. Ini pun juga pasti jadi kabar baik buat calon-calon talent lokal indonesia. Era full digital sekarang, kita gak perlu jauh-jauh keluar merantau (jakarta ataupun luar negeri) untuk mengadu nasib yang lebih baik.
3. Menjadi contoh melalui karya
Disaat menit-menit terakhir kesempatan bertanya, aku menanyakan hal yang menurutku pantas kutanyakan sebagai penutup artikel ini, langsung ke beliau.
“Apa caranya biar teman-temanku yang masih kuliah semangat menjadi calon engineer yang kompeten?”
Jawaban beliau simpel, “itu harus dibuktikan melalui karya“.
Karya yang dimaksud adalah projek gede yang semua orang kerjakan di tempat kerja. Mengingat ada puluhan orang yang ngerjakan, memang nggak mudah untuk achieve suatu hal yang segede itu.
Ada alasan pula kenapa kita perlu mengembangkan software secara custom daripada… langsung beli aja solusi software dari punyanya negara lain. Sebagai negara tropis dengan populasi nomor 4 tertinggi dunia, kebutuhan kita itu cukup unik dan gak bisa serta merta kita langsung adopsi sesuatu dari negara lain dan anggap itu bisa langsung jalan. Pasti ada kustomisasi yang kita (anak Indonesia) sendiri yang bikin. Dan itupun aku merasakan, ada semacam kepuasan tersendiri saat kita (satu company) bikin sebuah mahakarya dan aku cukup andil dalam prosesnya.
Karya yang sudah kita bikin, itu patut kita ceritakan kembali pada adik adik kelas kita sehingga merekapun terbesit pengen belajar mengikuti jejak kita, baik itu melalui talk show atau event-event lain.
Anyway, Jika kata-kata diatas dibalik, itu akan berarti bahwa selama kita punya skill, kita harus punya karya yang bisa dibanggakan sehingga menjadi cerita buat adik adik kelas maupun generasi masa depan.
Aku merasakan itu semua PR buatku, meskipun aku sendiri sudah punya beberapa karya, namun itu kayak masih belum cukup, jenjang karirku juga masih panjang. Pasti ada pengalaman menarik (feeling like bocah again) saat kita melakukan hal yang baru.
Closing
Overall, meeting singkat itu isinya daging semua! Ya udah kubilang, auranya itu beda. Temenku juga bilang, pak CTO itu kayaknya orang yang asik kalo diajak nongkrong.
Aku menanti talkshow lain yang aura nya beda kayak dia. Moga artikel ini bermanfaat!