Seni menaruh kunci ke Tuhan

Durasi membaca: 4 menit

Sering kali manusia harus menentukan persoalan yang sulit, termasuk aku. Namun, ada satu konsep dimana konsep ini sangat membantuku memilih dan menyelesaikan situasi yang sulit dalam hiruk pikuk kehidupan.

Sebuah Cerita tuk memutar Kunci

Ada kejadian beberapa kali dimana kita mendapatkan nasib yang tidak sesuai dengan harapan. Salah satunya yang terjadi di aku adalah, menanggapi tidak lolos SBMPTN tahun 2017 silam.

Saat itu, aku “menaruh” kunci ke orang tua. Seperti, ikuti apa kata orang tua bilang dan kita manut.

Aku pernah bilang ke mereka, aku merasa lebih baik kuliah di kampus kecil yang dekat dengan rumah. Toh, skill IT ku mapan dan aku merasa kuliah cuma untuk formalitas.

Bapakku menolak opsi ku. Tapi bapakku belum menyarankan apapun untuk masuk dimana.

Dari sini satu kunci terputar. Namun untukku yakin, aku perlu menemukan dua kunci lagi untuk menentukan pilihan yang tepat.

Kunci kedua adalah melihat situasi, kondisi keuangan keluarga. Aku melihat ini sebagai kunci karena… Ya aku masih mengganggap kuliah hanya formalitas jadi ngapain keluar uang besar?

Jadi aku cari kuliah negeri dengan UKT termurah. Ditemukan 2 kampus dengan tarif yang sama, satu di madura dan satu di jember. Aku pilih madura karena jaraknya dekat daripada yang satunya. Pertanyaan selanjutnya adalah.. Apakah ku ikut mandiri atau tunggu SBMPTN taun depan?

Kunci ketiga adalah, meninjau resiko. Untuk ini aku perlu 3 alasan kuat.

Kenapa aku akhirnya memilih SBMPTN ulang karena peluang masuknya gede sekitar 10% (untuk jurusan kompeten seperti Teknik Informatika itu susah, contoh ITS saja sekitar 2%), uang gedung sepertinya masih terlalu tinggi dan aku + orang tua tidak keberatan menunggu setaun (toh masa SMP ku aku ikut kelas percepatan cuma habis 2 tahun).

Kunci ketiga sebenarnya bukan mencari alasan semata tuk melakukan aksi dari alasan tsb. Tapi aku menyerahkan “kunci” itu ke Tuhan melalui nasib dan usaha.

Saat aku lolos SBMPTN di di tahun 2018, aku bersyukur pilihanku benar. Dan impact pilihanku lebih dari itu:

Pada masa gap year itu aku belajar satu topik yang pasti dipakai pas kuliah (ngoding web) dan saat aku kuliah itu ternyata dapat menjadi sebuah senjata agar relasiku naik sesuai harapan ku masuk kuliah. Aku berpikir beruntung karena hal ini saja tidak aku pikirkan dulu, tapi tuhan lebih maha Tahu segalanya.

Kunci berikutnya

Jika dilihat seksama sebenarnya konsep ini tidak lebih jauh dari definisi “tawakkal”. Kujelaskan lagi tiga kunci tersebut:

1. Menyadari ada kejadian/kesempatan tidak terduga
2. Melihat situasi dan reaksi orang lain
3. Menaruh kunci ke hal yang tak bisa ku kontrol (pasrah)

Awalnya aku jarang memakai konsep ini, sampai terbentur oleh realita berkali kali. Sekarang tiap ada aksi dan resiko besar yang menanti, aku pasti memulai konsep dari pertimbangan diatas.

Karena konsep ini, aku cenderung siap dan tidak takut menghadapi resiko baik kunci itu “diputar” ataupun tidak. Juga apabila yang terjadi sebaliknya, dimana suatu kunci telah diputar dan aku menyadari itu melalui urutan kunci 3..2..1, aku bisa beradaptasi dan menyesuaikan dengan harapan aku “tidak” salah langkah.

Contoh lain dimana aku sempat “menaruh” kunci ke Tuhan dan kunci itu “diputar”:

1. Saat melihat ada kesempatan “magang” di kampus dan gak tanggung2 ikut dan ternyata itu menjadi sumber relasi & experience project ke banyak dosen
2. Saat mempunyai judul skripsi simpel dengan mental “yang penting lulus cepat”, kemudian ganti ke yang serius dan ternyata dosen pembimbing skripsi ku ikutan ganti dari yang santuy ke yang serius juga.
3. Saat aku ditawari kerja (dulu gak niatan buat cari kerja) dan sekarang aku ternyata betah menjadi full employee.

… Dan banyak kejadian & decision lain yang awalnya aku tidak paham namun lama kelamaan “nyambung” kenapanya. Overall, aku bersyukur tuhan masih peduli dan menuntun ku sampai sejauh ini, dan aku menyadari apabila aku tidak menggunakan siasat ini, mungkin aku sudah buta arah, karena jalan cerita manusia itu beda beda, namun lebih parah lagi, jalan ceritaku terlalu berbeda — aku sendiri pun terheran2 “kok bisa nyambung” sampai sekarang.

Dapatkah kamu percaya Tuhan?

Dikutip dari youtuber yang kupercaya, sukses itu gabungan antara luck (beruntung) dan hard work (kerja keras), secara analogis dijelaskan dari youtuber tersebut.

Di dalam dunia Islam, tawakkal itu doa dan usaha. Doa tanpa usaha itu bohong, kalau sebaliknya itu menjadi sombong.

Saat aku mondok dijaman SMP. Ada satu amalan (ijazah) yang sudah mendarah daging sampai sekarang, itu adalah doa dimana inti dari doa itu, “ya mu yassir” (artinya, permudahkan hidup hamba). Dan itu udah terbiasa bunyi 5x sehari.

Entah itu berkaitan atau tidak, namun secara psikologis, kita perlu percaya akan sebuah kontrak dimana tuhan pasti membimbing mu dengan benar. Selama kita sendiri tidak menghianati kontrak tersebut (dengan cheating: berpaling atau berbohong pada siapapun), kita pasti bisa menerima segala hasil realita baik itu bagus ataupun buruk.

Personally, menulis ini membuatku semakin bersyukur, dan juga takut jika aku sewaktu waktu kendor hubungan vertikalku dengan Tuhan.

Dari jam 2 malam sampai jam 5 pagi, aku perlu subuhan dulu. Bye. Semoga membantu.