Jika kamu dibayar kurang dari 50K/Jam, Jangan mau

Durasi membaca: 6 menit

Statement ini cukup radikal, namun ini sinkron dengan postinganku kemarin tentang mengurangi pekerjaan sampah. Jika disuruh memilih pesan takeaway yang kamu pegang diantara postingan lain, aku memilih ini.

Sebelum anda terlanjur salah konsep, ini adalah jenis pekerjaan yang sepenuhnya hanya mengandalkan otak. Sebut saja programmer, desainer, arsitek, editor, dan sebagainya. Jika anda berpikir pekerjaan harian seperti office boy, security, petani atau barista, dimanapun kau berada, 50K per jam itu ngayal, karena gak menguras otak banyak.

Mari kita lihat secara realita. Bagaimanapun bagusnya tingkat kosentrasi kita, homo sapiens hanya dapat fokus maksimal 30 menit sekali duduk. Kamu sebagai manusia, tentu bisa memaksakan itu, namun kau hanya akan buang-buang waktu dengan fokus yang tak berkualitas.

Lantas, bagaimana cara membalikan fokus? Dari yang aku observasi, pomorodo tidak akan membantumu. Kamu tidak bisa membalikkan fokus kembali utuh cuma dengan berdiri dari kursi atau scrolling sosmed selama 5 menit. Dari habit yang aku temukan, jam-jam produktif hanya dapat aku temukan di jam setelah bangun pagi, setelah bangun siang, dan menjelang tidur tengah malam. Total jam fokus saya berarti hanya 1.5 jam dalam sehari.

Dan 1.5 jam produktif itu waktu yang berharga! Kau tak bisa menghack otakmu sendiri untuk bekerja produktif diluar jam produktifmu. Pekerjaan 8 jam yang dilakukan dalam satu duduk tidak tentu lebih baik daripada mencicil 30 menit di tiap jam produktif.

Inilah mengapa aku bilang, jangan terima pekerjaan apabila kamu dibayar kurang dari 50K per jam, karena pekerjaan itu nantinya akan mengkorupsi jam berharga yang seharusnya tidak boleh digunakan untuk bekerja.

Bagaimana cara menakar kalau pekerjaan yang anda terima diatas 50K per jam? Pertama, cari tahu klien berani berapa membayar hardwork anda, kemudian cari tahu berapa lama anda sanggup mengerjakannya.

Contoh saja, project website yang dihargai 200 ribu. berarti aku hanya dikasih waktu 4 jam untuk mengerjakannya. Kau tahu bagaimana caranya aku mempersingkat waktu itu? Aku gunakan WordPress. Andaikata klien menginginkan website kustom, sudah jelas aku tolak, karena website kustom dibawah 4 jam itu impossible.

Dari sini paham polanya, kan? Jika anda dibayar dibawah 50K per jam, jangan salahkan klien, tapi salahkan anda sendiri karena anda kurang profesional memikirkan strategi yang tepat untuk mengerjakan pekerjaan itu dalam waktu sesingkat mungkin. Dengan skill yang matang, alat yang memadai dan template yang tepat, anda pasti dapat memukul pendek waktu pengerjaan hingga diatas 50K per jam, berapapun budget yang dikasih sama klien.

Mungkin 50K per jam adalah angka yang gila untuk anda, tapi jangan anggap harga diri anda sendiri murah. Orang yang tidak pernah mengukur kemampuan diri terhadap kerjaan yang diberikan itu tidak pernah profesional, tidak beda jauh seperti dokter gadungan atau programmer yang selalu ngecheat di ujian live code.

Disaat anda berhak menolak pekerjaan

Aku dulu menerima semua jenis pekerjaan berapapun harganya, namun lama-lama aku stres sendiri karena itu. Sejak pos itu terbit, aku hanya menerima pekerjaan profesional saja. Stres yang aku bebani tidak worth-it untuk pekerjaan kelas rendah. Jika kau memahami polanya, ini mirip seperti dokter umum berevolusi menjadi dokter spesialis. Dari ranah generalist menjadi spesialist. Bayaran mahal, bukan karena gengsi, namun menghindari stres mengkorupsi fokus untuk pekerjaan yang lebih penting.

Namun aku tahu, tidak semua orang seberuntung ini, mau tidak mau karena skill mereka sendiri, rating bayaran mereka selalu dibawah 50K per jam, atau joblist mereka sepi. Jika kalian berada di kategori ini, anggap saja kekurangan tersebut sebagai investasi. Karena anda sendiri tidak secepat 50K per jam, anda harus belajar, atau bagaimanapun caranya, hingga anda sendiri dapat mencapai rating 50K per jam jika bertemu di pekerjaan yang sama di lain waktu.

Contoh saja, project Siskampus yang aku sekarang kerjakan ini, tentu butuh berbulan-bulan waktu pengerjaan (bayangkan seluruh sistem kampus ditulis ulang). Backstory, memang ada 1 kampus yang ingin rewrite ulang pengadaan sistem digital. Namun meski dengan bayaran melebihi Gaji PNS, jelas masih tidak cukup jika menuntut 50K per jam, alhasil aku pun membuat Siskampus itu sebagai investasi, alias template yang aku bikin disitu dapat digunakan kembali untuk pekerjaan kampus yang lain, sehingga aku tidak lagi butuh waktu berbulan-bulan melakukan pekerjaan yang sama.

Apakah ada cara lain untuk menyingkat waktu? Ya, pasti ada. Cara yang aku sebutkan diatas berlaku untuk programmer, karena aku sendiri programmer. Contoh lain, desainer bisa menyingkat waktu dengan mengangkut banyak komponen desain dari Freepik atau ide dari Pinterest. Intinya, jangan pernah mengedepankan ego anda untuk menggunakan solusi kustom yang dapat menyita waktu berbulan-bulan, kecuali memang tidak ada pilihan lain. Dari sini, kau tahu sendiri kan mengapa sayembara logo hadiahnya bisa sampai puluhan juta meski logonya sesimpel itu?

Salah satu offer pekerjaan yang hampir mematahkan keyakinanku pada konsep ini, ialah offer project yang tembus 1 juta untuk sebuah game edukasi “sederhana”, meski aku dulu pernah main Unity, bukan berarti aku bisa professional. Aku belum pernah berhasil menyingkat waktu pengerjaan di Unity hingga dibawah 20 jam produktif. Lagipula, akhirnya tetap aku tolak saja, karena stres yang ditimbulkan karena mental belum siap tidak worth-it dimata saya.

Jika kalian amati, sering kali aku menolak project karena beralasan “mood”, sebenarnya lebih rumit dari itu. Aku suka molor-molor kan project, bukan karena mood, tapi masih belum menemukan cara untuk mengeksekusinya secara cepat dan efisien, dan selalu kebalap oleh project lain yang urgensinya lebih tinggi.

Gunakan Waktu Sebijak Mungkin

Seperti pepatah mengatakan, waktu laksana pedang bermata dua. Dengan waktu produktif yang hanya 1.5 jam sehari bukan berarti sisa 14.5 jam bukan untuk apa-apa. Jam non-produktif memang sangat bagus untuk memenuhi kebutuhan homo sapiens (makan, mandi, chatting, q-time) dan kebutuhan/hobi lainnya. Semua pekerjaan yang merupakan inisiatif sendiri dan tidak ada deadlinenya itu bisa diaggap sebagai investasi untuk anda untuk belajar lebih efisien terhadap pekerjaan.

Contoh saja, dalam berkomitmen selama 8 tahun aku ngoding dan 5 tahun menulis, hasilnya tidak membohongi, anda dapat mengintip 50+ repo coding di GitHub dan 50+ tulisan lama di platform lain. Itu semua aku lakukan dalam sisa waktu 14.5 jam tiap hari, bukan karena uang, tapi karena aku suka hobi ini dan aku anggap itu investasi agar aku lebih efisien menggunakan waktu 1.5 jam yang berharga.

Jika kalian masih belum terbius dengan konsep ini, aku kasih perspektif lain. Satu jam saja aku membuang waktu, aku membakar uang 50 ribu. Sekarang, dalam 4 tahun kuliah, jika aku tidak mempunyai progress apa-apa, berapa milyar rupiah potensi uang yang sudah aku bakar? Jauh sebelum pos itu aku tulis aku sudah menerapkan konsep ini, dan sejak itu pula aku berubah mindset, dari terbatas finansial jadi terbatas efisiensi. Bakar duit beneran sejumlah 500k untuk setahun spotify, 4jt deposit untuk usaha DOM, 8 jt untuk laptop, bahkan giveaway UKT seharga 24 juta untuk 4 tahun itu rasanya tidak apa-apanya, minuscule dibanding manfaatnya.

Sebaliknya, melihat orang yang suka buang waktu, membuatku minder, kadang marah sendiri juga. Aku tidak memvonis orang maniak gaming, komik atau film merupakan orang-orang negatif. Tiap orang punya caranya sendiri-sendiri mengisi waktu luang, namun tidak sampai addicted, dan membakar potensi mereka sendiri. Ingat berapa milyar potensi uang (anggap harga diri) yang mereka bakar? Orang sering lupa diri sampai sudah terlambat untuk menyadarinya.

Materialis, Tapi Berhati Lebar

Dengan mematok 50K per jam, anda mungkin berpikir saya materialis. Sebenarnya tidak selalu demikian. Toh aku tetap menulis, membalas chat, membantu ngerjakan tugas kuliah. Ini juga dapat di backing dengan konsep yang sama. Daripada waktu dibuang percuma, anda dapat “mendonasikan” waktu non-produktif untuk orang lain. Meskipun seandainya anda atheis, paling tidak anda tetap percaya “karma” atau hukum balas budi, dan aku percaya itu. Lagipula sebagai homo sapiens, kebutuhan sosial itu tetap ada dan penting seperti asupan makanan.

Dengan mindset demikian, aku harap jika ada orang minta tolong, anda tidak menghitung secara materi. Bedakan antara permintaan personal dan bisnis. Jujur saja, aku pun demikian. Lebih baik tidak dibayar daripada dibayar murah. Karena apabila ada uangnya, berarti ada deadlinenya. Deadline bagiku menambah stres yang kadang tidak perlu.