Apa bedanya Komputer dan Otak?

Durasi membaca: 7 menit

Menemukan cara kerja bekerja otak dapat membantu meningkatkan hal yang paling dalam meningkatkan nilai diri dalam dunia ekonomi modern: Fokus.

Hampir setiap hari kehidupanku berada di depan layar terpaku lebih dari 12 jam sehari. Bagaimanapun caranya aku menghindar dari distraksi, sering sekali aku menjumpai diriku ingin menghindar dari fokus. Entah itu mendengarkan musik, scrolling sosmed bahkan intip-intip notifikasi HP atau parahnya lagi buka konten langganan di YouTube.

Apakah memang otak kita hobi sekali melakukan hal yang random? Apakah kita tidak bisa mengutak atik cara kerja otak kita seperti komputer yang dapat melakukan segala hitungan dengan cepat dan akurat?

Aku membaca salah satu artikel tentang perbedaan komputer dan otak. Mungkin perbedaan watt antara otak dan komputer tidak jauh berbeda, namun komputer hanya punya 2-4 unit core yang masing-masing mengkonsumsi daya voltage yang tinggi, sedangkan otak… diibaratkan terdiri dari jutaan unit core yang masing-masing menghabiskan daya yang sangat rendah [1]. Itulah mengapa otak dikatakan sangat efisien, dapat memproses banyak hal sekaligus secara realtime tanpa kita sadari.

Jika otak bisa sekeren itu, kenapa kita susah fokus dan gampang sekali terdistraksi?

Cara Kerja Neuron

Otak kita sangat fleksibel dan dapat menyimpan banyak macam informasi bahkan memori masa kecil, itu karena neuron merupakan sel paling tua di tubuh kita. Praktisnya ia tidak akan pernah mati sampai ajal menjemput. Namun dibalik itu, neuron masih perlu energi. Kita seseorang berhenti detak jantungnya, neuron hanya bisa bertahan 10 menit sebelum semua memori di otak hilang atau rusak. Neuron tidak pernah tidur meski kita sendiri tidur.

Kalau kita ibaratkan aktivitas neuron itu seperti sebuah jaringan listrik… Kita bisa menarik sebuah teori menarik. Anggaplah “jiwa” atau “bagian sadar” kita terletak pada bagian belakang otak. Spesifiknya, ia adalah bagian sadar yang merasakan sensor dari indra kita dan apapun yang kita pikirkan saat ini. Sekarang, anggaplah kita sedang menyetir dan semua saraf yang berhubungan dengan menyetir ada di bagian atas otak. Maka yang terjadi saat itu adalah…. bagian belakang otak itu terhubung dengan bagian atas, ibarat kabel yang tersambung kuat.

Apakah disaat seperti itu, bagian otak yang lain tidak hidup? misalkan, bagian otak kita sebelah kanan yang memuat kartun masa kecil, saat menyetir? Bagian otak yang itu masih aktif, dan mungkin juga menghantarkan jaringan listrik, hanya saja tidak tersambung ke bagian belakang otak saat kita menyetir.

… Kalau saat itu orang sebelah kita mulai ngobrol tentang kartun masa kecil, barulah otak bagian belakang itu nyambung sama bagian sebelah kanan, secara bersamaan nyambung dengan bagian atas karena orang itu juga lagi menyetir. Kok bisa? Ya karena otak memang bisa begitu, menyambungkan banyak hal sekaligus secara bersamaan.

Hippocampus

Hippocampus adalah bagian otak yang penting, bertujuan untuk membantu kita mengingat atau refleks terhadap sesuatu lebih cepat.

Ketika orang sudah pandai menyetir. Otak bagian menyetir itu pasti sudah terasah bagus, ibarat jaringan listriknya sudah licin dan kuat. Ketika demikian, otak gak perlu berpikir keras untuk jaringan itu saja dan bahkan bisa menyisakan sisa tenaga untuk menyambungkan ke area otak yang lain, misalkan nyetir sambil ngobrol tentang kartun masa kecil.

Orang yang gak terlatih menyetir butuh konsentrasi ekstra, dengan kata lain otaknya hanya dapat menaruh semua tenaga untuk otak bagian menyetir. Orang yang gak terlatih nyetir diajak ngobrol tentang kartun masa kecil, ya otomatis konsentrasinya hancur, bisa nabrak seketika itu juga.

Diantara kedua skenario itu, dalam dunia komputer, itu bisa terjadi. Umpamanya adalah database, seperti Google. Google mempunyai triliunan data dan teks dari website, tapi bisa menemukan data yang kita cari dalam sekian milidetik. Bagaimana caranya? Inilah konsep indexing dipakai. Indexing itu ibarat seperti sisi samping atau penanda dari kamus yang membantu kita mencari posisi kata yang kita cari dengan cepat.

Konsep indexing dalam kamus ibarat seperti penanda urutan abjad di samping buku dalam kamus.

Jika tidak ada penanda samping seperti itu, kita harus mencari satu-satu, dan itu memakan waktu yang lama. Sama seperti otak, jika tidak di kuatkan sarafnya, ya perlu mikir keras, karena perlu mencari satu-satu jaringan neuron yang cocok. Inilah mengapa, kita perlu tahu juga cara hippocampus bekerja.

Percaya atau tidak, hippocampus bekerja berdasarkan mood. Lebih tepatnya, apabila suatu saraf men-trigger suatu hormon tertentu, maka jaringan saraf itu akan diperkuat. Dengan kata lain, apabila hal yang kamu lakukan memunculkan reaksi emosional tertentu, baik itu senang, takjub, geram ataupun takut, maka otak akan lebih baik mengingatnya. Ini juga menjadi sebab mengapa ada konsep bernama “muscle memory”.

Hormon dan Adiksi

Perasaan kita yang menimbulkan rileks, takjub, tertantang, takut, sedih merupakan efek dari masing-masing hormon yang ada pada tubuh kita. Mereka sudah ada berkat evolusi manusia yang memahami respon fight-or-flight dan membuat manusia survive dari predator sejak jaman purba.

Pernahkah anda menyadari… Saat mengerjakan suatu kerjaan, tiba-tiba buka sosmed, secara gak sadar?

Teknologi sekarang berkembang jauh lebih cepat daripada evolusi. Rokok muncul sejak 2 abad yang lalu dan sosial media muncul sejak 2 dekade yang lalu. Evolusi kita terlalu lambat. Dua-duanya menyebabkan adiksi yang otak kita sulit untuk dihilangkan. Maklum saja, ibarat rokok dengan kandungan nikotin, sosmed selalu menyuplai dengan konten baru yang sebenarnya itu sampah, tapi otak kita tetap saja suka penasaran dengan hal yang baru. Dan ini menimbulkan masalah serius.

Ingat bagaimana cara hippocampus bekerja? Otak suka hal yang baru, dimanapun kita membuka sosmed, disitulah jalan saraf ke hasrat untuk membuka sosmed makin kuat. Kalau kita tidak pernah membatasi diri untuk melawan itu, GAWAT, karena dimanapun situasi kita berada, pasti ada jaringan saraf yang mudah sekali menjebak kita untuk membuka sosial media.

Ketika kita kelamaan membuka sosial media, seolah-olah waktu itu tidak lagi bernilai. ber jam-jam membuka sosmed… Baru berhenti setelah otak “capek” karena kebanyakan informasi. Parahnya lagi… ketika ini menjadi budaya, kita jadi merasa sepi diantara orang banyak, iri karena pencapaian orang yang mungkin tidak akan pernah kamu jumpai lagi seumur hidup, sendirian ditengah kompetisi orang banyak.

Generasi Sebelum Sosmed

Anak generasi milenial (lahiran tahun 2000) sepertiku adalah generasi terakhir yang hidup sebelum internet dan sosial media merajalela. Jaman sekarang dimana gak mungkin “hidup” tanpa internet…. banyak anak balita terekspos dengan TikTok dengan segala jogetannya. Jikalau hal itu dibiarkan, akan sangat berdampak pada pengembangan saraf mereka, tak akan bisa lagi mereka “lepas” dari jeratan sosial media yang menghantui segala aktivitas mereka.

Jikalau dibandingkan antara jaman dulu dengan sekarang, jaman dulu anak kecil kalau bingung mau ngapain, meskipun introvert parah sepertiku masih suka maen-maen disekolah, ke rumah teman, maen di lapangan atau sawah-sawahan. Jaman dulu anak dilatih untuk vulnerable karena gak ada aktivitas lain. Sekarang bisa dibilang gak mungkin anak diatas 10 tahun gak pegang HP, otomatis pelariannya ya kesitu. Orang tua mau melarang itu? Gak bisa, orang tuanya semua sekarang juga pegang HP. Lagipula, smartphone jaman sekarang itu esensial untuk survival melalui komunikasi…. Sayangnya semua distraksinya juga ikut menyertai.

Aku khawatir anak generasi jaman sekarang berkembang kurang cepat dikarenakan efek ini. Anak milenial sekarang saja susah untuk mencari pekerjaan karena demand kompetensi yang tinggi dan gaya kehidupan yang semakin naik. Bagaimana dengan generasi masa depan?

Benar, otak masih sangat canggih dari superkomputer manapun, namun karena disktrasi ini, otak kita seperti berjalan dengan cacat. Baru-baru ini dengan kemunculan Artificial Intelligence, banyak pekerjaan akan tergantikan dengan robot mekanikal dan generative tools, yang mengancam pekerjaan dengan posisi yang monoton maupun kreatif, mengakibatkan kita harus mengupgrade diri untuk lebih berpikir kritis demi produktivitas tinggi yang dibutuhkan oleh ekonomi sekarang.

Aku percaya sosial media itu adalah bagian dari rokok modern. Memang masih ada manfaatnya, asalkan digunakan secara bijak dan tepat.

Menangkal Rokok Modern

Percayalah, aku agak susah juga menghilangi adiksi sosial media. Pengen aku limit seperti maks 30 menit sehari. Aku kira bisa ditangkis dengan menggunakan HP jadul, ternyata aku masih scrolling sosmed pakai laptop 🙈.

Ada alasannya juga mengapa di rumah tidak aku pasang WiFi. Bisa saja sebenarnya, namun bakal susah mengatur jam limit. Adekku kayaknya bakal maraton K-drama 24/7 kalau dipasang beneran.

Dan ada alasannya juga, mengapa aku masih suka menulis. Sampai sekarang, menulis adalah aktivitas yang bisa membuatku fokus 100%. Aku juga terheran-heran, gak bisa aku fokus selama itu daripada aktivitas lain yang lebih berfaedah, bahkan ngoding… atau sholat… hehe.

Aku masih menerka-nerka tips and trik biar otak bisa fokus dari TEDx ajib ini:

Aku rasa, apabila aktivitas yang kau lakukan adalah hal yang menarik, yang dapat membuatmu berpikir kritis, atau yang membuat pikiran tenang, itu adalah aktivitas yang paling baik dan bisa membuatmu terhindar dari distraksi secara natural. Jarang sekali di dunia yang menuntut produktivitas tinggi nan penuh distraksi ini, kita bisa berpikir tenang dan sesuka hati.

Take care of your mental health!