Melanjutkan spirit artikel sebelumnya.. di artikel ini aku mencoba untuk menyerap dan mengutarakan ide salah satu Enterpreneur (orang yang hustling, gemar bikin produk) yang aku suka.. Gary Vaynerchuk (Gary Vee), karena sugesti dia praktis dan to the point. Mereferensi dari kanal Behind The Brand, aku coba meniru gaya dia mengetuk pikiranku agar kamu pun dapat terketuk untuk berpikir dan bertindak.
Mari kita mulai dari pertanyaan berikut…
Apa yang membuatmu terdorong untuk bertindak?
Yang jelas, aku nggak mungkin bilang “Jadilah lebih pintar”, karena itu sudah kuno. Pintar memang bagus, tapi jaman sekarang kita punya Google. Google kurang pintar apa?
Yang aku lebih setuju, adalah dorongan untuk berusaha, kita yang atur. Jika kamu merasa tak terdorong, sempatkan usaha untuk yang lebih lama, mungkin 3 jam lebih dalam sehari. Kalau kamu saat ini sedang dirumah dan lagi komplain sama kondisimu sekarang, kamu akan merasa ingin berubah.
Tapi bagaimana jika kamu tak merasa begitu? Hal yang paling minimal kamu bisa lakukan ialah… Kurangi ngegame, kurangi nobar, kurangi nongkrong, kurangi scrolling. Hal kecil seperti itu bisa membuka berjam-jam waktu yang terkuras dan terbuka untuk hal-hal yang lebih berfaedah… Hal-hal yang dapat membuatmu bertindak lebih.
Hal ini memunculkan pertanyaan baru…
Apa yang membuatmu terhenti dari bertindak?
Banyak orang akan takut gagal. Ada juga orang yang menantang kegagalan bak itu makanan sehari-hari. Tapi, orang yang benar-benar gagal, itu bukan karena skill, tapi karena nggak bisa liat kapasitas diri-sendiri (self-awareness).
Masalah skill, kita pasti punya dua/tiga/empat skill yang bagus. Skill yang paling bagus… Bisa jadi skill itu masih rata-rata jika bersaing dengan orang sedunia. Namun secara logis, skill yang paling bagus, meski rata-rata, itu tetap harus diasah… Karena menjadi rata-rata itu masih mending dan berguna daripada dibawah rata-rata.
Kenapa orang bisa jadi tak bisa menakar dirinya sendiri? Kita hidup dijaman orang dituntut menjadi entrepreneur, konten kreator, cendekiawan… padahal bisa jadi itu bukan kapasitas dia. Saat Gary dituntut oleh sekolahnya agar pintar, dia belok karena dia tahu diri. Sekarang yang muncul cenderung terbalik, banyak orang pintar yang sebenarnya karirnya bakal cemerlang jika pendidikannya bagus, jadi konsultan, punya project bernilai milyaran, namun belok menjadi enterpreneur dan menghabiskan 6 tahun meratapi kegagalan.
Melihat kapasitas diri-sendiri bisa dilihat dari skill apa-mu yang bagus saat ini… Dan asah itu… 4x lebih hebat dari sekarang. Gaperlu takut ketinggalan menguasai skill sehari-hari seperti renovasi rumah atau servis motor… suruh orang saja tuk melakukannya.
Haruskah mengikuti kata diri daripada orang-orang?
Jika kita hanya fokus pada kegagalan, kita menjadi takut, kurang percaya diri. Itu berbahaya, karena jadi rentan terbawa perkataan orang, yang perkataan itu sendiri belum tentu harus kita percaya juga. Untuk melawan itu, kita harus optimis.
Saat kamu optimis, kamu akan mau membelakangi arus, entah apa kata orang-orang bahwa kamu tidak mampu. Mungkin 1-2 kali pertama mencoba, optimismu akan tergoyah… Namun, apabila kamu memprediksi bahwa apa yang kamu lakukan itu benar, dan itu benar-benar terjadi, percaya dirimu pasti meningkat… meningkat pesat.
Aku cerita pribadi disini: masa SD aku jaya-jayanya juara lomba MTK kabupaten, bahkan provinsi. Tapi SMP aku belok ke IT, ngoding, saat disekitarku gaada yang ngajari ngoding. Aku tetap suka ngoding, karena itu baru, dan aku rela melawan arus bahkan SMP aku tidak lagi mencetak juara-juara seperti dulu.
Semua hal itu terbayarkan, aku kembali optimis, karena satu hal: Aku bersyukur
Terdorong untuk Bertindak melalui Syukur
Bersyukur adalah reaksi dari baik hati. Bersyukur tidak harus berasal dari suatu hal, bisa sesimpel bersyukur karena punya internet stabil, punya orang tua yang dibanggakan, bahkan hidup di Indonesia. Gak semua orang seberuntung itu, juga kan?
Jarang sekali orang bisa bersyukur (baik hatinya) ditengah cobaan atau tragedi. Minimal, kita semua masih bersyukur.. orang-orang yang kita peduli dan cintai… Masih ada. Aku sedikit kaget, Gary mengakui terkadang ia membayangkan apabila dia… mengalami tragedi besar — Akupun mengakui hal yang sama. Efeknya ialah, merasakan kehilangan sesuatu (klien, deadline, planning, dll) itu jadi hal yang sepele buatku, bukan sesuatu yang harus dipikir panjang.
Jika kamu bisa lebih fokus pada bersyukur pada apa yang sudah kamu punya sekarang, daripada khawatir tentang apa yang tidak kamu punya, mindset mu bakal jauh berbeda.
Untukku, selama aku masih bisa ngoding, dengan tujuan mulia, bahkan jika hartaku berkurang… aku masih tetap terdorong untuk bertindak… Karena dengan skill ini, aku mampu bersyukur… dari umur 16 bisa nambah pendapatan ortu hingga sekarang kerja di perusahaan unicorn lokal… Itu hal yang jarang terjadi dan aku merasa bangga dan beruntung melakukan itu.
Bagaimana jika… kamu menyesal?
Menyesal itu… Hal yang toxic… Aku sendiri pun gak ingin merasakannya karena… Yang lalu sudah berlalu, tidak dapat diperbaiki. Gary Vee menyesal tidak menyempatkan 10 hari nge-trip dengan istrinya karena saat itu masih sibuk hustling sehingga itu tidak menjadi memori yang terkenang di otak… Namun dia belajar untuk tidak melakukan hal yang sama pada anaknya, dan endingnya dia melihat anaknya… banyak memori bersama dengan orang tuanya.
Untukku, aku menyesal tidak menyerap semua skill dan mindset bapakku sendiri sebelum menyadari semuanya terlambat. Aku ambil hikmahnya untuk menjadi 2x…4x lebih baik dan berprestasi dari beliau, dan ya.. bisa dikatakan aku sudah melampaui beberapa hal, namun sampai sekarang aku masih berusaha untuk melampaui itu.
Gary banyak ngobrol sama orang 80an, pada saat masuk pada umur tersebut… Gak mungkin orang itu mengulang karir karena menyesal suatu hal (waktunya udah habis). Kita ngobrol soal penyesalan bukan cuma karena Gary ingin mengingatkan orang 20-an 30-an pada kesalahan yang ia lakukan pada partnernya.. Kita juga perlu ingat.. pada umur 40-an 50-an, orang itu cenderung lebih banyak waktu longgarnya. Dikira orang 60-an pensiun trus hidupnya selesai? Nggak lah, masih ada sisa 20-30-an tahun. Karena itu, rawan penyesalan muncul di hari tua, mau gimana lagi? Kerja udah ndak kompeten, anak udah mencar semua, overthinking ya gak boleh karena pengaruh ke kesehatan.
Apa solusi agar tidak menyesal? Kembali ke subbab atas, kamu harus takar dan tahu dirimu sendiri, apa yang kamu inginkan, apa yang kamu cita-citakan. Tidak sedikit orang tua punya simpanan pensiunan banyak, tapi tidak pernah puas, karena mereka tidak tahu diri. Sekali orang tua mau refleks tuk mencari jati dirinya (ini beda beda pastinya, tapi rata2 bukan tuk uang), hidupnya akan menjadi puas, mau selambat apa dia akan sadar.
Apakah boleh punya cita-cita aneh?
Itu semua kembali ke kamu. Apa sih definisi sukses mu? Bisa keliling dunia? Ke Eiffel, Giza, London? Bahkan jika itu cuma menyisa uang dikit, kalo kamu emang niat bener, jalan itu bakal terang, cepat atau lambat.
Gary Vee tidak peduli travel ke mana-mana, dia entrepreneur, dia suka hustling & building. Namun salah satu cerita menarik dari pembaca dia, “hey, masih ingat interview dulu? aku melakukannya beneran, Turkish Airlines bilang, OK” selang berapa bulan dia posting “Aku pikir akan membutuhkan waktu selamanya untuk keliling dunia, namun mereka memanggilku, mereka pikir snapchat itu keren dari aku pernah snapchat banyak tempat, sedangkan mereka tidak paham tapi aku umur 26 dan aku paham, mereka mau menerbangkanku kesemua kota di dunia sambil snapchatting” Gila, kan?
Dari cerita diatas, Gary berpikir, orang harus mulai mematahkan aturan. Berhenti berpikir kalau arah tujuanmu itu seperti yang orang biasa pikirkan, mulailah menjadi terbuka. Itu pun mengapa dia ingin menyebarkan pesan ini ke arah usia 50-an karena kita hidup diera usia segitu itu udah mulai abis karirnya tuk memulai pensiun… sendirian selama 20-30 tahun (bayangin selama itu mau ngapain, kan?).
Batu Loncatan untuk Bertindak: Kesetaraan Emosional
Jarang sekali orang bisa sukses sendirian. Kesetaraan Emosional (emotional equity) merupakan cara cepat untuk bertindak. Membangun Kesetaraan Emosional merupakan tindakan untuk mengulur tangan (memberikan value) pada orang dan mungkin suatu hal yang bagus akan muncul sebagai gantinya.
Kunci penting untuk mencapai ini, menurut Gary, tidak mengharapkan apapun sebagai gantinya. Salah satu contoh Kesetaraan Emosional yang terjalin adalah saat teman membantumu, dengan minat murni tidak lebih dari dirimu atau bisnis (-mu atau keluargamu), teman yang seperti itu adalah orang yang nol nilai egoisnya, dan teman seperti itu bisa membuatmu tidak pernah ragu untuk mempercayakan waktu, energi dan kesempatan pada dia.
Semua orang mempunyai maksud dan tujuan masing-masing. Saat orang melakukan hal yang lebih dari diminta, ada kemungkinan mereka ada maksud lain, dan akan memanfaatkanmu karena mereka ingin sesuatu sebagai imbalan. Saat memberikan value kepada seseorang, kamu ingin perasaan curiga seperti ini tidak timbul, maka berikan value tanpa mengharap imbalan (tanpa berekspetasi sebagai balasan).
Jika kamu sudah membantu orang tanpa harapan imbalan, banyak hal terjadi: Orang tersebut merasa bersalah (sungkan) lalu memberikan 50% waktunya kembali. Sisa 50% nya, dia akan sempatkan diri untuk menceritakan betapa keren dirimu ke banyak orang.
Bagaimana jika posisi ini dibalik? Jika kamu yang menerima kebaikan orang, bagaimana sepatutnya kamu bereaksi? Tidak ada yang tau maksud seseorang kecuali menggunakan intuisi (insting)-mu. Beberapa orang berbuat baik secara natural, beberapa orang tidak. Semuanya emosional, sulit membedakannya secara logika, jadi semua kembali ke insting, jika kamu terima ya it’s okey, beberapa tindakan memang akan menambah value kita, namun tetap waspada apabila waktu sudah mulai berharga, beberapa orang mungkin ingin memanfaatkanmu melalui aset paling berharga kita, waktu.
Apakah jika kita merasakan kesetaraan emosional pada seseorang, haruskah kita bertindak seperti bahwa dia layak mendapatkannya, atau sebatas karena itu bagian dari bisnis? Aku rasa jika emang kesetaraan itu emang murni muncul, kita harus mencoba bertindak secara apa adanya. Endingnya, semua kesetaraan itu adalah masalah kejujuran. Ada orang yang bertingkah jujur namun minta sesuatu sebagai ganti, aku rasa bukan itu cara kesetaraan bekerja.
Last Word: Titipan untuk anak 20-an baru lulus mau kerja?
Aku kutip langsung dari sumbernya…
5 tahun pertama hidupmu, keluar dari sekolah, harusnya 100% bertumpu pada hidup melalui suatu hal yang menurutmu paling jelas. Alias, kamu harus rela kehidupanmu buruk, kamu harus rela makananmu buruk, kamu harus rela bekerja secara gratis, karena aku tidak bercanda, cara pasti untuk menang adalah dekat dengan siapapun yang posisinya ada di tempat yang kamu inginkan.
— Gary Vee
Aku perlu menambahkan spoiler, Gary Vee tidak pernah bekerja untuk seseorang, namun apabila ia kembali ke jaman 20-an, dia akan mau bekerja dengan Vince McMahon, Disney Executive, dll secara gratis, karena dia pasti akan belajar sangat cepat. Dia percaya nggak bisa belajar cepat dengan cara lain.
Lagipula… pikirkan lagi, daripada mengambil uang jangka pendek untuk mencapai seperti posisi mereka selama 20 tahun, kenapa tidak pakai shortcut ini selama kamu masih bisa hidup di kos-kosan & makan terbatas di usia 20-an ini?